Pernah berkunjung ke Depok, Jawa Barat? Memasuki kota
di pinggiran selatan Jakarta itu, sebuah jalan utama akan menyambut Anda. Jalan
Margonda menjadi gerbang utama memasuki kota yang dikenal dengan buah
belimbingnya
Hampir semua aktivitas perekonomian tumplek di jalan
itu. Dari kantor pusat pemerintahan, terminal bus, stasiun kereta api, rumah
sakit, berbagai kampus perguruan tinggi, sekolah, kantor Polres, perumahan,
hotel, berbagai pusat kuliner hingga mal-mal. Singkat kata, semua isi kota
Depok ada di jalan ini.
Tapi, tahukah Anda siapa Margonda yang menjadi nama
jalan tersebut?
Menelusuri sejarah Margonda berarti kembali ke
masa-masa revolusi saat peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang. Wenri
Wanhar, penulis buku 'Gedoran Depok: Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955'
menyebut Margonda adalah nama seorang pemuda yang belajar sebagai analis kimia
dari Balai Penyelidikan Kimia Bogor. Lembaga ini dulunya bernama Analysten
Cursus. Didirikan sejak permulaan perang dunia pertama oleh Indonesiche Chemische
Vereniging, milik Belanda.
Memasuki paruh pertama 1940-an, Margonda mengikuti
pelatihan penerbang cadangan di Luchtvaart Afdeeling, atau Departemen
Penerbangan Belanda. Namun tidak berlangsung lama, karena 5 Maret 1942 Belanda
menyerah kalah, dan bumi Nusantara beralih kekuasaannya ke Jepang. Margonda
lantas bekerja untuk Jepang.
Saat Jepang takluk dengan bom atom Amerika di Nagasaki
dan Hiroshima pada tahun 1945, Margonda ikut aktif dengan gerakan kepemudaan
yang membentuk laskar-laskar. Margonda bersama tokoh-tokoh pemuda lokal di
wilayah Bogor dan Depok mendirikan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang
bermarkas di Jalan Merdeka, Bogor.
Sayangnya, umur Angkatan Muda Republik Indonesia
(AMRI) di bawah pimpinan Margonda relatif singkat. Mereka pecah dan anggotanya
bergabung dengan BKR, Pesindo, KRISS dan kelompok kecil sejenis lainnya.
Sementara itu, wilayah Depok sejak lama menjadi
'daerah istimewa'. Wilayah ini dikuasai oleh tuan tanah asal Belanda yang
bernama Cornelis Chastelein. Dia merupakan rombongan awal orang Belanda yang
datang pada masa awal kolonisasi VOC di Jawa.
Sejarah juga menyebut, Depok sudah lebih dulu merdeka
sejak 28 Juni 1714. Mereka punya tatanan pemerintahan sendiri yakni Gemeente
Bestuur Depok yang bercorak republik. Pimpinannya seorang presiden yang dipilih
tiga tahun sekali melalui Pemilu. Chastelein mewariskan seluruh tanahnya kepada
12 marga budaknya yang berasal dari berbagai Indonesia dan memerdekakan mereka
dalam wasiat yang dibuatnya sebelum meninggal.
Meski bermuka pribumi dan berkulit coklat, 12 marga
dan keturunan mereka bergaya hidup seperti orang Eropa, buah didikan sang tuan.
Mereka inilah yang disebut sebagai 'Belanda Depok'. Sehari-hari mereka
menggunakan bahasa Belanda.
Kembali ke masa revolusi, banyaknya kelompok kecil
laskar dan para pejuang berakibat petaka bagi para Belanda Depok itu. Pada 11
Oktober 1945, meletus peristiwa Gedoran Depok. Depok diserbu para pejuang
kemerdekaan. Para pejuang menilai orang Depok tidak mengakui kemerdekaan Indonesia.
Depok pun dikuasai para pejuang. Kantor Gemeente
Bestuur berubah fungsi menjadi markas Tentara Keamanan Rakyat (TKR) batalyon
ujung tombak Jawa Barat pimpinan Ibrahim Adjie.
Sayangnya, dalam peristiwa itu, jejak sejarah Margonda
tidak tercatat. Yang pasti, beberapa hari kemudian, pasukan NICA yang datang
membonceng Sekutu menyerbu Depok untuk membebaskan orang Depok yang ditawan
TKR. Pejuang berhasil dipukul mundur. Tawanan wanita dan anak-anak Depok
dibebaskan, dibawa ke kamp pengungsian di Kedunghalang, Bogor.
Memasuki bulan November, para pejuang yang
tercerai-berai kembali menjalin koordinasi dan menyusun kekuatan. Mereka
berencana merebut kembali Depok dari tangan NICA. Mereka menyusun sebuah
serangan yang menggunakan sandi 'Serangan Kilat'. Pasukan NICA kelabakan tapi
Depok gagal direbut pejuang. Kedua pihak mengalami korban yang banyak.
Saat peristiwa itulah, keberadaan Margonda kembali
muncul. Di antara ratusan pejuang yang gugur hari itu, terdapat Margonda,
pimpinan AMRI. Margonda gugur 16 November 1945 di Kali Bata, Depok daerah
bersungai di kawasan Pancoran Mas, Depok. Sungai yang bermuara di Kali Ciliwung
itu menjadi saksi gugurnya Margonda.
Nama Margonda tercatat di Museum Perjuangan Bogor
bersama ratusan pejuamg yang gugur. Semasa berjuang, Margonda berkawan dekat
dengan Ibrahim Adjie dan TB Muslihat. TB Muslihat senasib dengan Margonda. Dia
gugur dalam pertempuran. Pemerintah Bogor membangun patung TB Muslihat di Taman
Topi, sekitar stasiun Bogor. Sementara Ibrahim Adjie, berhasil selamat. Dia
berkarir menjadi tentara dengan jabatan akhir Pangdam Siliwangi.
Sejarawan UI JJ Rizal yang dikonfirmasi merdeka.com,
mengaku tidak tahu alasan pemerintah Bogor menjadikan jalan utama di Kota Depok
menggunakan nama Margonda. Depok dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah
Kabupaten Bogor
"Soal pemberian nama jalan, kan semata-mata bukan
urusan sejarah. Lebih kepada politik. Selama ini, banyak nama tentara yang
dijadikan nama jalan meski bukan berasal dari daerah itu. Misalnya para tokoh
pahlawan revolusi yang menjadi jalan di berbagai wilayah," kata Rizal.
"Seingat saya, nama Jalan Margonda sudah ada
sejak 1980-an," tandasnya.
Referensi:
Merdeka.com
0 komentar:
Posting Komentar