Sekelompok anak muda di
Yogyakarta memanfaatkan gumuk pasir yang terdapat di selatan Yogyakarta untuk
berseluncur. Mereka menamakan dirinya komunitas Sandboarding Indonesia.
Kegiatan seluncur pasir
ini dimulai tahun 2008 ketika beberapa anak muda Yogyakarta memendam keinginan
untuk melakukan olahraga snowboarding atau seluncur es. Tentu saja, tak ada
salju di Yogyakarta. Tapi di Indonesia hanya Yogyakarta yang mempunyai gundukan
pasir yang terbentuk oleh angin yang disebut gumuk pasir. Tak ada es, maka
pasir pun jadilah. Aktifitas sandboarding bukan merupakan olahraga baru di
dunia, tetapi di Indonesia komunitas inilah yang memulainya.
Olahraga ini lambat
laun mulai dikenal di Indonesia. Beberapa selebritis Indonesia juga pernah
mencoba olahraga ini bersama komunitas Sandboarding Indonesia. Selain di gumuk
pasir, komunitas ini juga melakukan olahraga seluncur pasir di Gunung Merapi.
Hamparan pasir yang indah di selatan Yogyakarta membuat beberapa anak muda mencoba memanfaatkannya untuk berolahraga. Salah satu anak muda tersebut adalah Sidik Hutomo yang sekarang menjadi ketua komunitas Sandboarding Indonesia. Ia berseluncur menggunakan papan seluncur buatannya sendiri bersama komunitasnya. “Hanya belajar dari internet”, katanya ketika ditanya dimana mereka belajar membuat papan seluncur tersebut.
Beberapa anggota
komunitas Sandboarding Indonesia melakukan seluncur pasir secara serentak. Hal
ini membutuhkan keseimbangan lebih agar mereka tak saling bertabrakan di jalur
seluncur.
Seorang anggota
komunitas Sandboarding Indonesia sedang mengoleskan wax pada papan seluncurnya.
Wax diperlukan untuk membuat papan seluncur lebih licin ketika sedang meluncur
di pasir. Komunitas ini membuat papan seluncur mereka sendiri karena di
Indonesia tak ada yang menjualnya, sedangkan papan yang dijual di luar negeri
harganya cukup mahal bagi mereka.
Komunitas Sandboarding
Indonesia bermula dari sekumpulan mahasiswa UGM yang mempunyai minat yang sama
pada olahraga ekstrim. Mereka tidak mempunyai jadwal pasti dalam melakukan
olahraga ini, tetapi biasanya mereka melakukannya di akhir pekan. Komunitas ini
biasa berkumpul di sekretariat Mapagama di Gelanggang Mahasiswa UGM.
Membawa papan
seluncurnya masing-masing, para peseluncur mendaki bukit pasir menuju lintasan
seluncur. Pasir yang kering dan gembur merupakan surga bagi peseluncur pasir.
Di musim penghujan pasir di gumuk pasir menjadi lebih padat dan menyebabkan
peseluncur sedikit susah untuk berseluncur, tetapi hal itu tidak mengurangi
kesenangan yang didapat.
Jalur seluncur di gumuk
pasir terdiri dari beberapa gundukan pasir dengan ketinggian dan sudut
kemiringan yang berbeda. Ketinggian jalur mulai dari 10 hingga 20 meter. Sudut
kemiringan bervariasi mulai dari 30 derajat hingga 60 derajat. Bagi komunitas
ini semakin miring sudutnya semakin asyik meluncurnya.
Seringkali peseluncur
melakukan gerakan yang mengagumkan. Mereka melompat dengan berbagai gaya di
udara. Tak jarang hasil lompatan itu menyebabkan mereka jatuh tersungkur di
pasir.
Berseluncur tanpa jatuh
bagaikan sayur tanpa garam. Bagi para peseluncur, jatuh pun merupakan seni tersendiri
dalam berseluncur. Kadang-kadang mereka jatuh dengan cukup ekstrim. Seperti
peseluncur ini yang jatuh dengan muka menghantam pasir.
Seorang peseluncur
bernama Fadil tetap tersenyum gembira walaupun wajahnya penuh dengan pasir.
Penyuka olahraga ekstrim yang baru menyelesaikan ekspedisi pengarungan sungai
dengan kayak di Nepal ini tak peduli bahwa ia sudah jatuh beberapa kali
menghantam pasir ketika berseluncur. Baginya kesenangan yang didapat lebih dari
sekedar rasa pegal menghantam gundukan pasir.
Referensi:
*Foto dan teks: Agus
Satriawan P
http://renunganharian-cahaya-bangsa.blogspot.com/2013/06/foto-foto-para-peseluncur-pasir.html
2 komentar:
apa nama daerahnya ya?png kesana
Di daerah parangkusumo area pantai parangtritis Yogyakarta....
Posting Komentar