Pertama kali saya mendengar kata
korupsi yang terpikirkan oleh saya adalah suatu penyakit yang amat sangat
membahayakan. Apalagi penyakit itu sekarang sedang menjamur di negara kita.
Saya katakan amat sangat membahayakan karna penyakit ini dapat membahayakan moral bangsa Indonesia dan dapat mencoreng nama bangsa Indonesia dimata dunia.
Ya, memang tidak hanya Indonesia saja yang penduduknya melakukan korupsi, menurut
survei terbaru lembaga pemantau korupsi Transparency International, lebih dari
seperempat orang di seluruh dunia membayar suap ketika berhadapan dengan
pelayanan publik dalam 12 bulan terakhir. Barometer Korupsi Global 2013
Transparency International melakukan survei tersebut dengan didasarkan pada
wawancara pada 114.270 orang di 107 negara. Lembaga itu menggunakan survei
opini publik untuk memperkirakan korupsi yang terjadi di lembaga-lembaga
nasional di seluruh dunia. Laporan itu menyimpulkan, sebagaimana dilaporkan Huffington Post, Rabu (10/7/2013), meskipun suap merupakan masalah global,
praktik itu tidak merata di seluruh dunia. Meski banyak negara yang korup,
namun masih ada beberapa negara yang tingkat suap atau korupsinya masih rendah
seperti Denmark, Finlandia, Selandia Baru, Jepang, dan Australia.
Lalu, negara-negara mana sajakah yang
berpredikat sebagai negara terkorup di dunia? Dapat ditarik kesimpulan dari
hasil survei tersebut bahwa 3 negara yang paling korup di dunia yaitu Liberia,
Mongolia, dan Venezuela. Hasil survei tersebut juga sama dengan data
yang dihimpun oleh usatoday.com pada Juli 2013 lalu, yang menyatakan bahwa
negara terkorup di dunia adalah Liberia, Mongolia, dan Venezuela. Di
negara-negara tersebut, lebih dari 80% penduduknya percaya bahwa korupsi di
sektor publik sudah menjadi masalah yang sangat kompleks dan sulit dihilangkan.
Di Liberia, tingkat korupsi sangat serius sebesar 86%, pejabat publik yang
korup adalah 67%, Polisi yang korup sebesar 94%, dan PDB (Pendapatan Domestik
Bruto) perkapita negara tersebut adalah 673 USD.
Di Mongolia, kasus korupsi sangat
serius sebesar 86%, pejabat publik yang korup sebanyak 77%, Polisi yang korup
adalah 66%. PDB (Pendapatan Domestik Bruto) perkapita di negara ini adalah
5.372 USD. Sedangkan di Venezuela, kasus korupsi yang sangat serius mencapai
83%, pejabat publik yang korup sebesar 79%, Polisi yang korup sebanyak 83%,
dengan PDB (Pendapatan Domestik Bruto) perkapita negara adalah 13.616 USD.
Tidak hanya di ketiga negara tersebut korupsi begitu merajalela, di beberapa
negara lain pun sama termasuk di negara kita Indonesia. Di tahun 2012 kemarin
Indonesia berada di peringkat ke 56 sebagai negara terkorup di dunia. Sebagian
warga di dunia percaya bahwa korupsi semakin merajalela dalam dua tahun
terakhir.
Disini kita bisa merasa sedikit
tenang karna Indonesia pada tahun 2012 berada diperingkat 56 dari 176 negara
yang paling terkorup di dunia, tetapi bila wilayah regionalnya dipersempit
menjadi wilayah Asia Tenggara saja, Indonesia adalah “juaranya”. Ini
membuktikan bahwa moral penduduk bangsa Indonesia tergolong masih rendah.
Menurut saya memang korupsi adalah penyakit yang tidak
bisa begitu saja disembuhkan tetapi setidaknya kita bisa menghindari ataupun
mencegah penyakit tersebut sedari dini. Karna menurut saya permasalahan korupsi
di Indonesia ini sangatlah kompleks. Mulai dari permasalahan individunya yang
kurang mendapatkan penanaman moral yang baik
sampai kepada peraturan UU yang menurut saya kurang memberikan efek jera
terhadap pelaku-pelakunya. Seperti yang kita ketahui akhir-akhir ini, berita
mengenai korupsi sungguh sangat merebak di masyarakat. Mulai dari kasus
Hambalang yang menyeret Menpora sampai kepada kasus korupsi yang dilakukan oleh
mantan ketua Mahkamah Konstitusi.
Disaat kita membutuhkan seorang
pemimpin yang adil, bersih, dan jujur untuk kemajuan Indonesia, kita justru
disuguhkan berita-berita mengenai korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara. Lalu
kenapa mereka sampai bisa melakukan hal tersebut? Menurut saya mereka melakukan
korupsi karna 3 hal. Pertama, “karna adanya kebutuhan”, setiap orang
pasti mempunyai kebutuhan hidup dan setiap orang pasti mempunyai kebutuhan
hidup yang berbeda-beda. Kenapa kebutuhan hidup orang itu berbeda-beda? Menurut
saya karna disebabkan dari faktor gaya hidupnya. Nah, seperti yang kita ketahui
bahwa gaya hidup para pejabat kita itu rata-rata tergolong mewah sehingga
apabila mereka tidak bisa mencukupi akan hal itu mereka tidak tertutup
kemungkinan untuk melakukan tindakan
korupsi.
Kedua, “karna mereka ingin menumpuk kekayaan”,
ya tidak bisa kita pungkiri lagi karna tidak hanya pejabat saja yang ingin
hidup menjadi kaya, tetapi kita sebagai rakyat biasa pasti rata-rata ingin
hidup menjadi kaya juga. Tetapi disini cara untuk menjadi kayanya itulah yang salah,
karna menurut saya kekayaan itu tidak hanya didasarkan atas materi saja melainkan
kekayaan hati juga diperlukan.
Ketiga, “keadaan yang memaksa mereka”, disini
menurut saya faktor lingkungan kerja yang sangat berpengaruh. Ya, seperti yang
kita ketahui biasanya korupsi itu tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja,
melainkan terdapat beberapa orang yang ikut andil distu. Dan biasanya dari
beberapa orang tersebut ada yang sejak awal memang berniat untuk korupsi dan
ada juga yang sekedar ikut-ikutan saja. Nah kenapa itu bisa terjadi? Menurut
saya korupsi yang dilakukan hanya sekedar ikut-ikutan itu adalah awal dari
korupsi yang akan direncanakan lebih besar nantinya, disini kita harus
mempunyai keyakinan untuk menjauhi korupsi. Apabila kita mempunyai keyakinan
hati bahwa hal itu adalah salah, pasti kita akan meninggalkan hal tersebut.
Tetapi apabila kita menganggap korupsi itu adalah hal yang wajar dilakukan oleh
setiap orang, maka kita pasti akan menjadi seorang koruptor sejati, yang
menurut saya hidupnya itu bukannya nyaman karna memiliki harta yang banyak
tetapi akan selalu resah karna pada akhirnya akan dikejar-kejar oleh hukum
karma atau KPK.
Seperti yang kita ketahui permasalahan
korupsi di Indonesia tidak ada henti-hentinya. Belum lagi permasalahan mengenai
hukuman bagi para koruptor yang menurut saya kurang memberikan efek jera.
Menurut Pasal 9 UU No.20 Tahun 2001 tentang
pemberantasan korupsi yang berisi:
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk
pemeriksaan administrasi.”
Menurut saya hukuman tersebut masih
sangatlah ringan apabila dibandingkan dengan jumlah uang yang mereka
korupsikan. Semestinya agar korupsi itu tidak merajalela dilini pemerintahan
dan masyarakat umum, menurut saya hukuman yang pantas bagi para koruptor adalah
hukuman dipenjara seumur hidup atau hukuman sosial seperti pengucilan di
masyarakat. Karna dua hukuman tersebutlah yang menurut saya akan memberikan
efek jera terhadap pelaku korupsi lainnya. Sehingga pada akhirnya kasus korupsi
yang terjadi di Indonesia akan berkurang dengan sendirinya. Kenapa tidak
hukuman mati saja? Disini ada alasan mendasar kenapa sebaiknya tidak menghukum
mati para koruptor. Pertama, hukuman
mati jelas melanggar HAM yaitu hak untuk hidup. Seperti yang tertera dalam pasal
28 ayat 1 UUD 1945 dan pasal 4 Undang-Undang (UU) No 39 Tahun 1999 tentang HAM
yang menyatakan:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan umum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun dan oleh siapapun.“
Kedua, alasan
efektifitas. Dari kenyataan yang ada hukuman mati tidak menunjukan akan
mengurangi suatu tindak pidana tertentu. Artinya hukuman mati tidak dapat
memberikan efek jera terhadap perilaku penyimpangan.
Kemudian ada fenomena aneh lagi yang
terjadi di Indonesia yaitu ada koruptor yang mendaptkan uang pensiun, sedangkan
uang pensiun itu diberikan atas dasar penghargaan terakhir yang diberikan oleh
suatu instansi kepada karyawannya. Apakah para koruptor itu pantas mendapatkan
uang pensiun sebagai penghargaan terakhir? Menurut saya hal itu sangatlah tidak
masuk akal dan tidak pantas sekali, tidak ada satu alasan pun yang menjadi
dasar atas pemberian dana pensiun kepada para koruptor, apabila hal itu tidak
segera ditindak lanjuti maka hal tersebut menurut saya benar-benar akan semakin
mempermalukan Indonesia di mata dunia.
Lalu apa solusi yang tepat untuk mengatasi Korupsi?
Menurut saya hal paling yang mendasar
apabila kita ingin memberantas korupsi adalah kita harus mengkoreksi dari diri
kita sendiri terlebih dahulu sebelum kita menjudge orang lain. Karna jangan
sampai kita menjudge orang lain melakukan korupsi tetapi diri kita sendirilah yang
melakukan hal tersebut. Jadi, untuk memberantas korupsi hal yang paling tepat menurut
saya adalah dimulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu. Kita harus
membiasakan diri jauh dari hal-hal tersebut. Gimana caranya? Menurut saya
diadakannya pendidikan anti korupsi sedari dini lalu, membiasakan diri untuk
selalu jujur & adil kepada diri sendiri dan orang lain. Karna tidak saya
pungkiri kita masih sering menjumpai hal-hal tersebut walaupun dalam skala kecil.
Tetapi apabila kebiasaan ini tidak cepat kita hilangkan, nantinya pasti akan menjadi
skala yang lebih besar lagi. Karna kita disini adalah penerus bangsa, dimana
kemajuan suatu bangsa bisa dilihat dari para penerusnya. Kalau kita sebagai
penerus bangsa saja sudah melakukan hal-hal yang negatif, mau dibawa kemana
bangsa ini?
Kemudian dari sisi pemerintahannya
menurut saya banyak sekali yang harus dibenahi. Mulai dari penyeleksian yang
ketat pada saat penerimaan anggota sampai kepada aturan-aturan yang harus
ditegakkan dengan adil. Karna kita sering sekali menjumpai dimana aturan tunduk
oleh para pejabat dan menikam pada masyarakat yang lemah. Lalu, menurut saya harus
ada juga jadwal pengauditan yang tetap mengenai kekayaan para pejabat, dimana untuk
meminimalisir suatu tindakan korupsi.
Jadi, menurut saya korupsi itu bukanlah solusi untuk kita bisa bahagia. Karna kebahagian itu bukan hanya sekedar materi tetapi kebahagian itu adalah disaat kita bisa terus bersama-sama dengan orang yang kita cintai disaat kita senang maupun susah. Dan disaat kita masih bisa melihat senyuman kecil yang terselip dari bibir mereka.
0 komentar:
Posting Komentar